TifaniAnglila.Com - “Apa bedanya demo dengan aksi?” seorang trainer dalam sebuah training Manajemen Aksi mengajukan pertanyaan kepada para peserta. Berbagai ekspresi tergambar di wajah para pemuda yang merupakan utusan dari berbagai kampus di Jakarta tersebut. Ada yang mengerutkan kening, ada yang matanya menerawang ke langit-langit, ada juga yang menatap sang instruktur dengan wajah terbengong-bengong. Berbagai jawaban pun bermunculan, dari yang singkat, padat, dan jelas. Hingga yang panjang bertele-tele. Intinya satu, semua berusaha menjawab dengan serius.
Sejenak kemudian sang instruktur tersenyum penuh arti sambil mengatakan bahwa semua jawaban yang dikemukakan peserta, salah. Makin penasaranlah peserta training tersebut dengan pertanyaan instruktur di hadapan mereka. “Mau tahu apa bedanya demo dengan aksi?” seru sang instruktur yang lagi-lagi dengan senyum. Serentak para peserta menjawab, “Mau...!”. Dengan senyum penuh kemenangan, instruktur yang sudah malang melintang di dunia aksi unjuk rasa maupun demonstrasi tersebut buka suara, “Bedanya demo dengan aksi adalah... Kalau demo rodanya tiga, sedangkan aksi rodanya empat.”. Spontan seluruh peserta di ruangan tersebut berteriak, “Huuuu...!”
Ya, tentu yang dikemukakan instruktur dalam training tersebut hanyalah guyon belaka untuk mencairkan suasana. Mengingat training yang diikuti oleh pelajar dan mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan itu memang mengetengahkan topik yang tidak ringan, yakni Manajemen Aksi. Wajar kiranya sang instruktur merasa perlu menghangatkan suasana dengan guyonan yang mengundang tawa.
Terlepas dari itu, sebenarnya apa arti unjuk rasa atau demonstrasi itu sebenarnya? Sejak era reformasi bergulir empat belas tahun silam, kata demonstrasi maupun unjuk rasa begitu akrab di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Walaupun pada masa sebelum dan sesaat setelah kemerdekaan juga telah terjadi aksi demontrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di jamannya, namun demonstrasi 98’ lebih kuat mengakar di pikiran rakyat Indonesia. Meski begitu, tidak semua orang paham, apa sebenarnya arti demonstrasi atau unjuk rasa itu sendiri.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia demonstrasi berarti pernyataan protes yang dikemukakan secara massal. Sedangkan menurut wikipedia, unjuk rasa adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Jika disimpulkan dari kedua definisi tersebut, inti dari demonstrasi atau unjuk rasa adalah tindakan memprotes sesuatu yang tidak disetujui atau yang bertentangan dengan pelaku demonstrasi.
Demonstrasi Menurut Islam
Dalam Islam demonstrasi atau unjuk rasa disebut muzhoharoh (mashirah), yaitu sebagai media dan sarana penyampaian gagasan atau ide yang dianggap benar dan berupaya mensyi’arkannya dalam bentuk pengerahan massa. Demonstrasi sebagai sebuah sarana atau alat sangat terkait dengan tujuan digunakannya dan cara penggunaannya. Sehingga niat dan motivasi sangat menentukan hukum demonstrasi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim,
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang akan memperoleh sesuai dengan niatnya. Maka barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu mendapatkan keridhoan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia, maka akan mendapatkannya, atau karena wanita maka ia akan menikahinnya”
Demonstrasi dapat bernilai positif, dapat juga bernilai negatif. Demonstrasi dapat dijadikan komoditas politik yang berorientasi pada perolehan materi dan kekuasaan, dapat juga berupa sarana amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad. Dalam kaitannya sebagai sarana amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad, demonstrasi dapat digunakan untuk melakukan perubahan menuju suatu nilai dan sistem yang lebih baik, yaitu yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Jika kita merujuk pada Al Qur’an, As-Sunnah, Siroh Rasulullah, maka kita akan mendapatkan kaidah-kaidah umum tentang muzhoharoh/mashirah.
1. Al Qur’an
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al Anfaal : 60)
2. Hadits Rasulullah saw
“Barang siapa melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, dengan hati, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang dzalim.” (HR. Abu Daud)
3. Sirah Rasulullah saw
Ketika Rasulullah saw dan para sahabat melakukan Thawaf Qudum setelah peristiwa Hudaibiyah, saat itu juga Rasulullah dan sahabat melakukan aksi unjuk rasa memperlihatkan kebenaran Islam dan kekuatan para pendukungnya. Bahkan saat itu beliau mengatakan secara tegas, “Kita tunjukkan kepada mereka (orang-orang zalim) bahwa kita (pendukung kebenaran) adalah kuat.”
Dengan demikian Islam membolehkan demonstrasi atau unjuk rasa selama dilakukan dengan cara yang benar, tanpa ada perusakan terhadap fasilitas umum, tertib, tidak bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, dan dilandasi dengan niat yang benar pula.
Muslimah Berdemo
Islam memandang bahwa antara kaum lelaki dan kaum wanita sama-sama memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Allah swt. Oleh karena itu secara umum hukum yang dikenakan kepada kaum lelaki juga dikenakan kepada kaum wanita.
Di sisi lain, bahwa kaum lelaki tidak sama seratus persen dengan kaum wanita, Allah swt berfirman, “Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk." (QS. Ali Imran : 36)
Sehingga menurut pandangan Islam kesamaan antara tugas antara lelaki dan wanita tidak bisa disamakan seratus persen. Diantara hukum yang memiliki perbedaan antara kaum lelaki dan wanita antara lain adalah shalat jamaah di masjid, shalat jum’at, adzan, iqomat dan lain-lain.
Adapun demonstrasi atau unjuk rasa adalah sesuatu yang secara umum hukumnya mubah bagi kaum lelaki dan wanita. Jika hal itu terkait dengan i’dad (persiapan jihad), maka wajib hukumnya bagi kaum lelaki dan dibolehkan bagi kaum wanita.
Oleh karena itu, jika muslimah ingin terlibat dalam aktifitas demonstrasi atau unjuk rasa, harus memperhatikan adab-adab Islam yang terkait dengan muslimah.
Adab Muslimah dalam Berdemo
Diantara adab-adab yang harus diperhatikan para muslimah jika ingin terlibat dalam aksi demonstrasi adalah:
1. Dilakukan secara terpisah dari kaum lelaki (tidak ikhtilat) dan menjauhi khalwat. Sebagaimana hadits Nabi saw, “Janganlah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita, karena yang ketiganya adalah setan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
2. Ghodhdhul Bashar (menjaga pandangan) sebagaimana firman Allah swt, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya,...” (QS. An Nuur : 30-31)
3. Iltizam (komitmen) dengan busana yang syar’i
Allah swt berfirman, “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab : 59)
4. Hendaknya dilakukan muslimah sesuai kadar kebutuhannya, tidak menimbulkan fitnah, dan tidak mengabaikan tugas asasinya. Kaidah fiqhiyah menyebutkan: Hajat diukur sesuai dengan batas kebutuhannya.
5. Mendapat ijin dari suami atau mahramnya sebagaimana Hadits Nabi saw, Dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidak boleh seorang lelaki berdua dengan wanita kecuali bersama mahramnya, dan tidak boleh wanita bepergian kecuali dengan mahramnya.” Berkata seseorang, “Wahai Rasulullah sesungguhnya istri keluar untuk naik haji, dan saya diwajibkan mengikuti perang ini dan itu.” Rasul saw bersabda, “Pergilah berhaji bersama istrimu!” (Muttafaqun ‘alaihi)
Muslimah, Ayo Berdemo!
Jelas sudah Islam memberikan aturan berkaitan dengan aksi demonstrasi bagi muslimah. So, bagi para muslimah, jangan ragu untuk turut terlibat dalam aksi ujuk rasa atau demonstrasi jika yang diperjuangkan adalah kepentingan Islam dan kaum muslimin. Mudah-mudahan dengan itu kita mendapatkan pahala dari Allah swt dan kita termasuk dalam barisan orang-orang yang berjuang di jalan-Nya. Wallahu’alam.