Pilihan menikah muda boleh jadi berat bagi sebagian perempuan. Apalagi bagi perempuan masa kini yang aktif, memiliki karier dan juga masih mengejar berbagai mimpinya, seperti melanjutkan pendidikan. Meski menikah muda (bukan menikah dini) menjadi pilihan bagi sebagian perempuan untuk menyegerakan kebaikan, sejumlah persiapan matang wajib dilakukan.
Perempuan berhak bersuara
Desainer busana muslim, Dian Wahyu Utami (20) atau akrab disapa Dian Pelangi menikah Januari 2011 lalu dengan Tito Prasetyo (31). Dian, yang juga adalah pendiri Hijabers Community mengakui keputusan menikah muda dipilihnya dengan penuh pertimbangan. Tito bahkan harus menunggu dua tahun untuk akhirnya meminang Dian sebagai istrinya.
Dian juga menerapkan syarat untuk pria yang berkeyakinan hati menikahinya ini. "Saya utarakan dari awal, bahwa saya masih muda, saya masih ingin berkarier sebagai desainer, dan saya belum berencana punya anak dalam waktu dekat. Semua syarat itu dipenuhinya, dan karena saya juga tidak mau berpacaran, saya memutuskan menikah muda dengan proses taaruf (tahapan perkenalan) yang intens," jelas perempuan kelahiran Palembang,14 Januari 1991 ini.
Keputusan menikah muda bagi Dian dimudahkan dengan sikap meyakinkan dari pasangan, dukungan dari orangtua, dan juga proses panjang dalam berserah, berpikir, juga proses pengenalan. Saat menjalani proses pengenalan, yang terpenting adalah mengenal kepribadian pasangan yang dibicarakan secara terbuka.
"Suami saya menunjukkan sikap yang membuat saya yakin bahwa ia adalah suami yang baik. Pertimbangan seperti dia sudah bekerja, punya rumah, punya modal untuk berumahtangga juga semakin menguatkan. Kepribadian juga menjadi pertimbangan penting. Kami saling mendalami karakter pada masa taaruf (perkenalan). Proses pengenalan ini bukan hanya pribadi masing-masing, namun juga keluarga, teman-temannya. Pembicaraan serius mengenai berbagai hal juga dilakukan pada tahap perkenalan. Sehingga saat memutuskan menikah, saya sudah merasa yakin," jelasnya.
Menurut Dian, perempuan perlu bicara terus terang kepada calon pasangan mengenai berbagai hal. Di antaranya mengenai pekerjaan, keluarga, keuangan, kepribadian, rencana ke depan, mimpi yang masih ingin diwujudkan, pendidikan terutama keinginan untuk melanjutkan sekolah, bahkan mengenai rencana punya anak.
"Perempuan harus mengutarakan pendapatnya saat masa perkenalan ini. Jika memang cocok bisa dilanjutkan. Namun jika ternyata tak merasa cocok, cara paling mudah untuk menolaknya adalah dengan mengembalikan ke orangta. Minta pasangan untuk bicara ke orangtua. Sementara di kesempatan lain, kita sudah mengungkapkan ke orangtua bahwa kita tidak merasa cocok dengan laki-laki tersebut," jelas Dian.
Perempuan muda yang memutuskan menikah sebaiknya juga memilih pria berpikiran terbuka. Karena dengan begitu, pasangan bisa memahami kebutuhan perempuan muda yang masih berproses sesuai usianya. "Laki-laki open minded lebih mampu mendengarkan kebutuhan pasangannya, apalagi pasangan yang berusia jauh lebih muda," lanjut Dian menambahkan, agar hubungan tetap harmonis, pasangan juga perlu saling menerima kekurangan masing-masing.
Dukungan keluarga
Ghaida Tsurayya, perempuan kelahiran 5 September 1988 ini juga menikah di usia 20, dengan pria berusia 24 tahun. Ghaida juga menyuarakan keinginannya dan bernegosiasi kepada calon pasangan sebelum menikah. Maklum, saat itu Ghaida masih kuliah tingkat dua. Sementara sang suami, sudah bekerja dengan lingkungan pergaulan yang jauh berbeda dengannya.
"Saya meminta suami untuk bisa berbaur dengan lingkungan saya, anak-anak mahasiswa yang masih ingin bergaul, dan bersenang-senang," kata Ghaida seusai mengisi acara talkshow bersama Hijabers Community di Masjid At Tin Jakarta beberapa waktu lalu.
Sang suami, Harpinadi Ihram, menambahkan, untuk memenuhi janjinya terhadap pasangan, ia menyesuaikan lingkungan sang istri. "Pulang kerja, saya berbaur dengan teman-teman istri, ganti pakaian dari pakaian kerja ke busana yang lebih santai, dan ikut berbaur," katanya yang mengaku menikmati masa-masa adaptasi di awal pernikahan.
Meski masih kuliah, Ghaida dan Ihram berserah soal anak. "Kami hanya berharap semoga diberikan anak di waktu yang tepat. Akhirnya, usia pernikahan 1,5 tahun, kami dikaruniai anak. Saat hamil saya sedang mengerjakan skripsi. Awalnya bingung bagaimana menghadapinya, namun ternyata ada saja yang membantu. Justru kehamilan memudahkan proses skripsi dan sidang akhir," kata putri pertama KH Abdullah Gymnastiar ini.
Keputusan pemilik Ghauda Gallery di Bandung ini untuk menikah muda dikuatkan oleh dukungan keluarga. Selain juga pengalaman dari anggota keluarga lainnya yang juga memilih menikah muda. "Keluarga sangat membantu dalam proses menikah muda. Selain juga saya belajar dari pengalaman keluarga yang menikah muda," tutur Ghaida yang mengaku lebih banyak berserah memohon petunjuk ketika memutuskan untuk menikah muda.