TifaniAnglila.Com - Ini mungkin wejangan yang sering kali Anda dengar: Ayo bangun kepercayaan diri anak. Katakan kepadanya bahwa dia sudah melakukan hal yang luar biasa, dan jadilah pemandu sorak baginya. Tapi apakah ini merupakan cara terbaik membesarkan anak yang mandiri? Yang mengejutkan, jawabannya ternyata tidak selalu. Para ahli kini menemukan bahwa lebih penting untuk membantu anak merasa mampu daripada hanya merasa percaya diri. “Ketika seorang anak mendapati dia mampu melakukan sesuatu hal dengan baik, itulah saat anak benar-benar menemukan kebanggaan yang sejati,” ujar penasihat Parents Mel Levine, MD, direktur Clinical Center for the Study of Development and Learning di University of North California. Tentu saja, beberapa anak terlahir dengan kepercayaan diri alami; mereka bersemangat menghadapi tantangan, tidak merasa takut untuk mencoba hal baru, dan bisa dengan mudah melupakan kekecewaan yang dialami sehari-hari. Anak yang lainnya bisa berbeda – mereka cenderung plin plan, merasa grogi berbicara di depan kelas, dan khawatir tidak bisa berbaur dengan teman sebaya. Jika Anda ingin membantu anak merasa lebih percaya diri, berita baiknya: ada banyak hal yang bisa Anda lakukan meski hanya berdiri di belakang layar. Ini beberapa cara paling efektif untuk membantu anak merasa bahagia, percaya diri, dan sukses.
PILAH PILIH PUJIAN ANDA
Tentu saja, anak kecil butuh banyak motivasi, apakah ketika mereka belajar merangkak, melempar bola, atau membuat gambar lingkaran. Tapi anak akan menjadi begitu terbiasa mendengar kata “Adik pintar!” sehingga dia bisa kesulitan untuk benar-benar menyadari ketika pencapaian yang dia lakukan memang patut dirayakan. Anak juga bisa merasakan ketika Anda melebih-lebihkan (“Wah, itu istana balok paling indah yang pernah Mama lihat!”) dan akan mulai mengabaikan pujian yang Anda berikan. “Jangan puji anak jika dia melakukan sesuatu yang memang sudah seharusnya dia lakukan,” ujar Dr. Levine. Ketika dia menggosok gigi atau memasukkan baju kotornya ke keranjang cucian misalnya, ucapan “terima kasih” sudah cukup. Coba untuk memberinya tanggapan balik yang spesifik: Daripada berkata bahwa gambar yang dia hasilkan sangat menawan, Anda bisa mengatakan bahwa warna ungu yang dia pakai pada gambar tersebut indah dilihat.
JANGAN LANGSUNG “MENYELAMATKAN” SI KECIL
Adalah hal yang alami jika Anda selalu ingin menghindarkan si kecil agar tidak terluka, tidak merasa takut, atau tidak berbuat kesalahan. Tapi ketika Anda menginterupsi keadaan – mencoba membuat anak mendapat undangan pesta ulang tahun yang sebenarnya tidak diundang, atau memaksa pelatih sepakbola untuk memberi anak lebih banyak kesempatan bermain di lapangan- Anda tidak membantunya. Anak perlu tahu bahwa kalah, atau jatuh adalah hal yang wajar. Juga merupakan perasaaan normal jika kita merasa sedih, cemas, atau marah, ujar Robert Brooks, PhD, pengarang buku Raising Resilient Children. Anak belajar menjadi sukses ketika mereka berhasil mengalahkan rintangan, bukan karena Anda yang membantunya menyingkirkan rintangan tersebut. “Adalah hal yang penting bagi anak usia muda untuk mendapat kesempatan bermain dan menerima risiko tanpa merasa bahwa orang tua mereka akan mengeritik atau membetulkan mereka jika melakukan kesalahan,” ujar Kathy Hirsh-Pasek, PhD, profesor psikologi di Temple University, Philadelphia. Kathy bahkan mendorong para orang tua untuk sengaja melakukan kesalahan kecil di hadapan anak. “Melihat Anda melakukan kesalahan dan tidak menjadikan kesalahan tersebut sebagai hal yang luar biasa akan membuat anak merasa jauh lebih nyaman.”
BIARKAN ANAK MENGAMBIL KEPUTUSAN
Ketika anak diberi kesempatan untuk memilih apa yang dia inginkan sejak usia dini, anak akan memiliki kepercayaan diri terhadap keputusan yang telah diambilnya. Tentu saja, anak senang memegang kendali, tapi memiliki kendali berlebihan juga bisa menjadi masalah. Lebih bijaksana jika Anda memberi anak dua atau tiga macam pilihan. Contohnya, jangan tanya anak 3 tahun tentang apa yang dia inginkan untuk makan siang, tapi tawarkan pilihan antara pasta atau roti selai kacang dan buah. Di saat yang sama, tunjukkan pada anak bahwa ada beberapa pilihan yang memang harus diputuskan oleh Anda dan bukan olehnya. Caroline, 8 tahun, putri Gloria Kushel, senang berdandan seperti anak lelaki dan memilih potongan rambut pendek. “Saya putuskan bahwa cara dandan seperti itu boleh menjadi pilihan baginya, tapi untuk hal lain, seperti apakah dia harus kursus piano, adalah kewajiban yang harus dilakukannya,” ujar Kushel yang tinggal di New York.
FOKUS PADA “GELAS SETENGAH PENUH”
Jika anak memiliki kecenderungan untuk merasa rendah diri setelah mengalami suatu kekecewaan, bantu anak untuk merasa lebih optimis menghadapinya. Daripada menawarkan pencerahan semu seperti, “Yah, paling tidak masih ada sisi positifnya,” dukung anak untuk memikirkan satu cara spesifik untuk membuat situasinya membaik dan dapat membantu mencapai tujuan yang diinginkan, ujar Karen Reivich, PhD, pengarang The Optimistic Child. Jika kemampuan membacanya tertinggal dibanding teman satu kelasnya, jelaskan bahwa semua orang belajar dengan kecepatannya masing-masing, dan ajak anak untuk menghabiskan lebih banyak waktu belajar membaca bersama Anda. Jika anak sangat terluka ketika tidak berhasil mendapat ranking atau bintang kelas, jangan katakan, “Tapi menurut Mama kamu adalah bintang.” Sebaliknya, katakan, “Mama mengerti kamu sangat kecewa. Yuk kita buat program belajar baru yang bisa meningkatkan peluang kamu menjadi juara kelas pada semester berikutnya.”
PUPUK MINAT DAN BAKAT ANAK
Kenalkan anak pada beragam aktivitas, dan beri dorongan agar dia menemukan satu jenis aktivitas yang sangat disukainya. Anak yang memiliki hasrat akan sesuatu –apakah itu kecintaan pada dinosaurus atau kegiatan memasak – akan merasa bangga pada pencapaian mereka dan kemungkinan besar akan lebih sukses di berbagai area lain dalan kehidupannya, ujar Dr. Levine. Hobi yang unik akan sangat membantu anak yang kurang bisa membaur di sekolah. Anda juga bisa membantu anak untuk menunjukkan hobi dan bakatnya pada anak yang lain sehingga dia menjadi lebih mudah berteman. Misalnya, jika putra Anda senang menggambar tapi kebanyakan teman sekelasnya lebih menyenangi olahraga, anjurkan anak untuk menggambar dengan tema olahraga. Atau dia bisa membuat satu koleksi buku berisi gambar-gambar aktivitas olahraga yang bisa diperlihatkan pada teman sekelas. “Ada kalanya orang tua dan guru perlu bekerja sama mencari cara untuk membantu agar anak menjadi menonjol di kelas,” ujar Dr. Levine.
AJAK MEMECAHKAN MASALAH
“Anak akan membangun kepercayaan diri ketika mereka berhasil bernegosiasi untuk mendapatkan apa yang diinginkan, “ujar Myrna Shure, PhD, pengarang Raising a Thinking Child. Penelitian yang dilakukannya telah menunjukkan bahwa Anda pun bisa mengajarkan anak yang masih sangat kecil untuk mencoba memecahkan masalah sendiri. Kuncinya adalah: Anda tidak banyak bicara. Jika anak menghampiri Anda dengan keluhan bahwa temannya merebut mobil-mobilan kesayangannya ketika bermain di taman, tanyakan pada anak, cara seperti apa yang bisa dilakukan agar dia mendapatkan kembali mainannya. Bahkan jika ide yang pertama terlontar dari mulut si kecil adalah menarik paksa mainan itu dari tangan temannya, tanyakan pada anak, apa yang mungkin akan terjadi selanjutnya jika dia melakukan hal itu. Lalu tanyakan, “Bisa Adik mencari cara lain untuk mendapatkan kembali mobil-mobilan itu tanpa perlu berantem?” Dalam salah satu penelitian Dr. Shure mengenai situasi ini, seorang anak berusia 4 tahun mengeluarkan ide brilian yang sangat dewasa, yaitu dengan berkata pada si perebut mainan, “Kamu akan bisa lebih bersenang-senang jika bermain mobil-mobilan bersamaku daripada jika kamu bermain sendirian.”
CARI CARA UNTUK MEMBANTU SESAMA
Ketika anak merasa bahwa mereka telah berhasil melakukan suatu perubahan-apakah itu sekadar mengoper kue pada teman di meja sebelah, atau membawa sekeranjang buah untuk diberikan ke panti jompo- anak akan menjadi lebih percaya diri, ujar Dr. Brooks. Adalah hal yang baik jika anak diberi satu tanggung jawab mengurus rumah (menyapu atau merapikan tempat tidur), tapi akan lebih membangun kepercayaan diri pada anak usia muda jika mereka membantu Anda dalam suatu kegiatan (“Mama benar-benar butuh bantuan kakak”). “Anak akan bisa melihat langsung bahwa tugas orang dewasa membutuhkan usaha yang keras, dan akan menjadi lebih mudah bagi anak tersebut jika di kemudian hari dia harus melakukan tugas yang pernah dia lakukan bersama Anda, ujar Dr. Hirsh-Pasek.
BERI KESEMPATAN ANAK BERKUMPUL BERSAMA ORANG DEWASA
Anak-anak senang bergaul dengan teman sebaya tapi juga penting bagi anak untuk berada di antara orang dewasa. Menghabiskan waktu dengan orang yang lebih tua akan memperluas cakrawala anak, membuatnya mampu berinteraksi dengan orang dewasa didekatnya, dan memberi sudut pandang pemikiran yang berbeda, ujar Dr. Levine. Peneliti juga telah menemukan bahwa memiliki hubungan dekat dengan satu orang dewasa – guru, paman, babysitter,atau orang tua sahabat- membuat anak menjadi lebih ulet menghadapi hidup.
BERKHAYAL MENGENAI MASA DEPAN
Jika anak bisa membayangkan melakukan suatu hal berguna saat mereka dewasa, anak akan merasa lebih percaya diri di masa kanak-kanaknya. Ajak anak berdiskusi mengenai bagaimana Anda, suami, dan orang dewasa lain (yang dia kenal) memilih profesi yang sekarang ditekuni. Bahkan jika dia mengubah cita-citanya, yang paling penting adalah dia sudah memikirkan tujuannya di masa depan. Dr. Levine mengatakan, “Kemampuan untuk membayangkan seperti apa diri anak-anak di masa depan kelak, akan sangat memotivasi anak tersebut.”