Terkadang entah karena kuatnya tekad untuk mengejar target ataukah mungkin karena memang harus terpaksa karena tuntutan, sering kita tanpa sadar sangat memaksakan diri kita, berlari dengan membabi buat, menguras tenaga habis-habisan & mengabaikan kebutuhan istirahat, melewatkan begitu saja keindahan-keindahan disisi-sisi perjalanan. Bukan karena tak ingin melihat, namun karena memang tak sempat.
Mari kita berhenti sejenak, karena kita sudah relatif jauh berjalan dalam gerbong kehidupan. Harus ada waktu untuk sekedar berhenti. Bukan, bukan untuk beristirahat selamanya dan tidak produktif kembali, namun justru untuk melihat kebelakang, menelusuri stasiun-stasiun mana saja yang sudah kita lewati, melihat jejak-jejak yang sudah kita tinggalkan, mengevaluasi sejauh mana semua tindak dan sejarah itu tertoreh. Mana yang benar-benar dapat dipertanggungjawabakan, mana yang kecelakaan, mana yang masih bisa kita perbaiki kemudian.
Kita terkadang terlalu lelah. Lelah karena terlalu banyak suara-suara memekakan telinga, sehinga tanpa sadar kita tak lagi mendengar suara-suara hati. Namun kadang, suara memekakan itu terlalu dominan.
Kita terkdang terlalu lelah. Lelah karena rongrongan dari sekitar yang kadang terlalu menyita banyak perhatian kita. Mereka yang berbicara seenaknya, mengeluarkan permintaan dan rongrongan tanpa ilmu, tanpa dasar, dan tanpa belas kasih. Lelah karena mereka tak juga kunjung faham akan keterbatasan yang kita miliki, yang manusiawi.
Jadi,mari kita berhenti sejenak. Disini! Saat ini!
Kita memerlukan waktu untuk sekedar melepas kepenatan hati, mencoba menajamkan kembali nurani. Kita memang membutuhkan saat-saat itu!
Saat dimana kita membebaskan diri dari rutinitas yang membunuh, rutinitas yang mereduksi kepekaan transendens kita, saat dimana kita ’tega’ melepaskan beban dakwah yang selama ini kita pikul dengan pundak kita yang semakin lelah..
Ini saatnya, kita bermain di telaga bening. Perhatikan kawan, wajahmu penuh keringat, peluhmu bercucuran, dan ragamu? Begitu lusuh, kurus dan tak terurus…
Lepaskan, lepaskan bebannya. Sejenak saja…percayalah. kita memang membutuhkan sat-saat itu!
Dan dalam istirahat kita, buka kembali peta perjalanan yang kita miliki. sudah berapa langkah kita buat? Akan berapa banyak lagi yang harus kita tempuh? Cukupkah perbekalan kita?. Perhatikan kawan, alam tempat kita bernaung ternyata sudah banyak berubah. Pentingkah kita membuat penyesuaian?
Ternyata, kita memang membutuhkan saat-saat itu! Saaat dimana diri melakukan self-talk. Memproyeksikan diri secara jujur dan menjadi lebih objektif dalam menilai.
Adakah yang masih menganggap bahwa berhenti sejenak adalah tabu? Adalah pertanda kemunduran, bahkan futur?
Coba tanyakan kepada hati kecilmu teman… bukankah langkah terbaik didapat dari hasil perenungan dan timbangan antara keakuratan data, keyakinan hati, dan waktu yang mendukung. Dan bukankah waktu berhenti sejenak itu memberi kanal bagi semua fungsi jiwa raga untuk lebih optimal?
Teman…
Dalam perjalanan panjang, berhenti sebentar sangat diperlukan. Begitupun dalam kehidupan ini. Berhentilah sejenak, seperti yang disarankan seorang intelektual muda di zaman Rasulullah Saw, Muadz bin Jabal ra. yang berkata Ijlis bina nu’min sa’ah – duduklah bersama kami, kita perbarui iman sejenak.
Dalam pengantarnya di buku Berhenti Sejenak karya Ust. Abu Ridho, Ust. Rahmat Abdullah mengatakan bahwa kita adalah musafir yang perlu berhenti sejenak untuk beristirahat sambil mencocokkan arah kompas, mengukur peta dan memeriksa bekal perjalanan.
Musafir kehidupan, begitulah Ust. Rahmat menganalogi-kan manusia seperti Nabi Muhammad saw. menganalogi-kannya. Mari kita bahas satu persatu untuk apa kita berhenti sejenak.
1. Beristirahat
Perjalanan kehidupan yang penuh masalah ini tentu saja menguras energi yang begitu besarnya. Lelah tentu saja suatu saat menimpa, dan tentu saja kita perlu istirahat untuk memulihkan energi. Dan langkah-langkah hidup ke depan akan lebih segar lagi.
2. Mencocokkan arah Kompas
Kompas adalah penunjuk arah dalam perjalanan. Kemana arah kita tuju ? Selatan, Utara, Barat, atau Timur ? Kompas kehidupan kita adalah Al Quran dan Sunnah. Kita kaji keduanya untuk melangkah lebih mantap. Bila permasalahan datang, kembali ke dua pedoman tadi adalah solusi. Tentunya dengan bimbingan guide, para ulama dan guru kita.
3. Mengukur peta perjalanan
Peta menggambarkan rute perjalanan yang harus kita tempuh. Melihat peta, kita bisa mengukur berapa lama lagi kita sampai ke tempat tujuan dan jalur mana yang akan kita tempuh. Dengan berhenti sejenak dalam kehidupan, kita bisa introspeksi diri sejauh mana kita telah melangkah. Orang yang mengetahui dekatnya tempat tujuan akan lebih tenang dan semangat melangkah dibandingkan dengan yang tidak mengetahui peta perjalanan.
4. Memeriksa Bekal Perjalanan
Membawa bekal dalam perjalanan tentu hal yang wajar dan bahkan diharuskan. Bahkan orang yang ahli dalam survival di gunung dan hutan pun membutuhkan bekal sekecil apapun. Makanan dan minuman menjadi bekal, kendaraan menjadi bekal, peralatan lainnya menjadi bekal. Dalam istirahat, memeriksa bekal bisa mencegah masalah timbul di perjalanan.
Perjalanan kehidupan ini juga membutuhkan bekal. Pada shalat, puasa, zakat, dan haji terdapat bekal. Pada amar ma’ruf nahi munkar terdapat bekal. Pada usaha-usaha kita ada bekal. Pada ibadah-ibadah kita ada bekal. Karenanya, berhentilah sejenak untuk memeriksa kembali ibadah-ibadah kita. Cukupkah untuk mengarungi kehidupan dunia dan akhirat ?
Karenanya, berhentilah sejenak. Sejenak saja. Karena kita akan melangkah lagi.
Wallaahu a’lam.