TifaniAnglila.Com - Buat beberapa orang, menggunakan jilbab adalah hal yang membutuhkan kelegawaan besar. Mungkin aku adalah salah satu yang beruntung karena tidak butuh waktu lama bagiku untuk memutuskan mengenakannya. Kadang aku berpikir, aku memang tidak memikirkan matang-matang tantang keputusan berjilbab. Namun setelah aku membaca banyak sumber tentang jilbab, aku percaya bahwa sebenarnya jilbab itu sendiri sudah merupakan hal yang matang bagi kehidupan muslimah.
Tidak banyak yang tahu bahwa aku sudah memutuskan untuk berjilbab. Aku hanya memberi tahu ayahku dan berkonsultasi dengan satu dua orang sahabat. Mereka bertanya kenapa aku mau mengenakan jilbab.
"Dulu aku pikir selama hidup dengan berbuat baik dan menjadi orang baik, itu sudah cukup. Namun ternyata setelah aku baca banyak info religi, kalau aku nggak pakai jilbab itu semua akan sia-sia. Aku mau Allah mencintaiku juga, bukan hanya aku minta apa-apa pada-Nya," jawabku.
Jawaban yang sangat 'ibu peri' ini menghantarkanku pada restu dan doa-doa orang di sekitarku, agar aku tetap istiqomah. Namun aku sungguh-sungguh merasakannya, aku merasa yakin berbekal tekadku untuk tidak menjadi manusia yang sia-sia ini aku bisa tetap melangkah sebagai muslimah berjilbab.
Sejak awal, sahabatku sudah berpesan, "Nanti setelah pakai jilbab, reaksi orang akan berbeda-beda. Kamu yang teguh, ya?" atau, "Kalau kamu udah memutuskan untuk pake jilbab, besok-besok jangan dilepas lagi. Di depan nanti mungkin akan ada rintangan dan hambatan yang bikin pengen lepas jilbab. Jadi, pikirkan dulu baik-baik."
Aku iya-iya saja dengan nasehat sahabatku. Seperti sepintas terpikir bahwa orang-orang terdekatku akan lebih menyambut baik daripada berkata yang aneh-aneh. Aku benar-benar berdiri tegak dengan jilbabku di hari-hari menjelang akhir bulan puasa, hingga tiba waktunya orang-orang di sekitarku harus mengetahui bahwa aku sudah berjilbab.
Namun, di suatu kesempatan pertemuan keluarga saat Lebaran, seorang saudara perempuanku berkata, "Lho, kalo pake jilbab nanti kamu udah nggak bisa gaya-gayaan dengan Japanese Style ya? Udah nggak keren lagi." ujarnya. Aku memang sebelum ini sangat menyukai gaya Jepang. Rambutku pun pernah kuwarnai dan kubentuk dengan banyak gaya seperti anak muda di Jepang. Aku cengengesan dan berkata, "Hehehe, iya nggak apa-apa."
Aku sedikit merasakan 'cubitan kecil' di batinku. Yaah, ternyata saudariku ada yang berpikir demikian. Tapi aku masih biasa-biasa saja. Tidak apa-apa mungkin karena pengaruh keyakinan yang berbeda sehingga pemahaman kami berbeda, batinku.
Reaksi lain datang lagi saat aku bergaul dengan teman-temanku. Saat kami sedang berkumpul untuk silaturahmi di rumah teman, tiba-tiba salah seorang temanku menunjukkan pembicaraan di messenger ponselnya, "Mbak, liat deh."
Rupanya salah satu teman mengambil fotoku diam-diam dengan ponsel dan menyebarkannya kepada grup di messenger. Salah satunya memberi komentar, "Wah, yang pake baju item diperiksa dulu. Jangan-jangan dia bawa bom." Saat itu memang aku sedang memakai baju luaran berwarna hitam.
Uggh... Cubitan kedua. Biar begitu aku tetap pasang senyum sambil menguatkan diriku di dalam hati, "Oh, ini rupanya yang dimaksud sahabatku tentang reaksi orang yang bermacam-macam."
Ternyata ini bukan reaksi paling mengejutkan yang pernah aku terima. Kali ini seorang sahabatku dari luar pulau mengirimi pesan singkat, karena melihat banyak foto di akun Facebook yang memperlihatkan aku berjilbab serta rumor dari teman lain. "Kamu pake jilbab ini seterusnya atau hanya 'edisi Lebaran'?" tanyanya.
"Aku pake terus kok," jawabku sambil menyematkan emoticon senyum.
Tak berapa lama dia membalas, "Yah, rambutmu udah nggak lucu lagi dong?"
"Hehehe, hikmahnya aku nggak perlu ribet lagi lho kalo dandan. Aku nggak harus bete karena sedang bad hair day dan rambutku lepek," jawabku.
Dia membalas lagi, "Hmm.. nanti kalo kita hang out, aku nggak ada temennya pake baju pendek lagi dong?"
"Hahahaha, ya pake aja kalo kamu mau. Nanti aku sesuaikan warnanya aja. Bajuku sekarang jadi warna-warni, kok. Kan ada variasi pashminanya juga," jawabku lagi.
"Wah jadi kamu sekarang mulai nabung baju-baju berjilbab, ya? Wooow... Eh, jangan lupa nanti kalo ke sini jilbabnya dilepas, ya?" balasnya dengan emoticon menjulurkan lidah dan hashtag 'syaiton' atau setan.
HAAKK..!! Sampai-sampai aku bertanya-tanya dalam hati, "Ini temenku, nih?"
Terbiasa dengan sahabat-sahabat di sekitarku yang mengucap 'Subhanallah' atau 'Alhamdulillah' mengetahui aku berjilbab, ini sedikit membuatku heran karena responnya berbeda. Aku heran karena posisinya sebagai sahabatku kupikir akan mendukungku sejak awal. Meski aku rasa mungkin itu bercanda, namun aku tetap merasa ada yang salah.
Anehnya, aku sedikit kecewa tapi juga ingin tertawa di dalam hati. Ya Allah, ternyata hal seperti ini memang ada ya? Kupikir hanya adegan-adegan sinetron religi yang ada di televisi. Aku geleng-geleng kepala entah kepada apa. Mungkin pada 'penunjukan-penunjukan' yang kualami ini.
Tidak semua orang telah menerima jilbab sebagai pakaian muslimah. Meski zaman telah modern dan banyak perkembangan model jilbab yang nampak cantik, masih ada yang menganggapnya aneh. Kulit luar memang banyak mempengaruhi pada kesan pertama, sehingga mengabaikan 'isi sebenarnya' yang ada di dalam.
Kini aku mengerti mengapa sahabatku pernah berpesan agar aku tetap teguh pada jilbab ini. Memang menggunakannya akan mengundang banyak reaksi dan tidak juga mudah untuk yang baru menggunakan. Nasehat itu pun jangan diremehkan, mereka tidak hanya ada di adegan sinetron televisi. Justru sinetron televisi itu sedikit banyak memang mengandung nilai-nilai dari kehidupan nyata.
Source : Vemale