TifaniAnglila.Com - Keluarga yang lengkap dan utuh merupakan idaman setiap orang. Namun, adakalanya takdir berkata lain sehingga menempatkan Anda sebagai orangtua tunggal.
Menjadi orangtua tunggal dalam sebuah rumah tangga tentu saja tidak mudah. Baik pria maupun wanita, tentu sangat berat mengalami ditinggal pasanga. Dibutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan si buah hati, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Seringkali orangtua tunggal dituntut harus bekerja ekstra keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Disisi lain, orangtua tunggal seharusnya tetap menyediakan waktu bersama dengan anak-anaknya. Anak-anak yang orangtuanya bercerai atau meninggal dunia seringkali mengalami problem prilaku diri dan prilaku sosial. Misalnya, gampang tersinggung dan marah-marah, murung ataupun lebih memilih bermain sendiri (soliter). Salah satu hal yang harus dilakukan orangtua untuk membantu anak menghadapi kondisi semacam itu adalah mengajarkan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Jika orangtua bercerai, maka yakinkan anak bahwa keadaan tersebut bukan kesalahannya, melainkan ketidakcocokan ayah dan ibu. Bangkitkan lagi rasa percaya diri anak. Menurut Psikolog dari Alfred I. duPont Hospital for Children Wilmington, Colleen Sherman PhD, terutama pada waktu-waktu khusus anak meminta perhatian lebih untuk bersama orangtuanya seperti saat liburan sekolah. Saat anak di rumah tanpa ada orangtua disisinya.
“Meskipun anak bisa mengerti alasan orangtuanya harus bekerja, namun sesekali sulit untuk menerima jawaban orangtuanya yang mengatakan “jangan sekarang, ayah atau ibu harus bekerja,”. Terutama pada saat anak ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan seperti saat liburan,” ujar Colleen.
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar orangtua dan anak dapat bertemu ialah mengadakan pertemuan keluarga. Dalam pertemuan tersebut, semua anggota keluarga diberi kesempatan untuk membicarakan kegiatannya di kantor atau sekolah. Selain itu, didalam pertemuan tersebut dapat dibicarakan juga mengenai kegiatan wajib masing-masing anggota keluarga yang yang dilakukan di rumah. “Selain itu, dapat juga diusahakan waktu untuk lebih banyak berkumpul bersama. Misalnya, makan malam bersama, orangtua dapat meminta anak membantu memasak. Atau, jadwalkan orangtua untuk bermain games atau menonton film bersama pada malam hari atau akhir pekan,” ujar Colleen.
Perpisahan dengan anggota keluarga baik melalui perceraian ataupun kematian adalah hal yang sulit, bagi orang dewasa dan anak. Terutama bagi anak, kehilangan orangtua dapat mengakibatkan gangguan dalam perkembangannya.
Pakar ahli jiwa asal Amerika Serikat, Dr Stephen Duncan dalam tulisannya berjudul The Unique Strengths of Single-Parent Families mengungkapkan, pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga dengan orangtua tunggal adalah anak. Anak merasa kehilangan orang yang berarti dalam hidupnya.
“Hasil riset menunjukkan, anak di keluarga yang hanya memiliki orangtua tunggal, rata-rata cenderung kurang mampu mengerjakan sesuatu dengan baik dibandingkan anak yang berasal dari keluarga yang orangtuanya utuh,” terangnya.
Menurut Duncan, keluarga dengan orangtua tunggal selalu terfokus pada kelemahan dan masalah yang dihadapi. Dia berpendapat, sebuah keluarga dengan orangtua tunggal sebenarnya bisa menjadi sebuah keluarga yang efektif, laiknya keluarga dengan orangtua utuh. Asalkan, mereka tak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya.
“Melainkan, harus secara sadar membangun kembali kekuatan yang dimilikinya,” katanya.
Penulis buku Single Parenting Stephen Atlas menuturkan, jika keluarga dengan orangtua tunggal memiliki kemauan untuk bekerja membangun kekuatan yang dimilikinya, itu bisa membantu mereka untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Seperti dikatakan Dr. Archibald Hart dalam bukunya Children and Divorce,umumnya bukan momen perceraian atau kematian yang menyakiti anak-anak, melainkan konflik yang mengikutinya atau berkurangnya peran ayah dan ibu sebagai orangtua pada kehidupan anak-anak.
“Dengan begitu, sebenarnya bukan sebuah halangan bagi wanita yang menjadi single parent untuk mendidik dan memelihara keluarganya,” katanya. (ri)
Tips Menjadi Orangtua Tunggal Fleksibel mengelola waktu bekerja. Salah satu persoalan bagi orang tua tunggal adalah mengatur waktu antara mencari nafkah dan mengawasi keseharian anak. Bekerja paruh waktu atau pekerjaan yang dapat dilakukan dari rumah dapat menjadi pilihan. Yang jelas, Anda dituntut untuk menjadi orang yang kreatif dan fleksibel dalam mengelola waktu kerja.
Pilih pengasuh anak yang bisa dipercaya. Menjadi orang tua tunggal yang mencari nafkah, tentu akan memotong waktu kebersamaan Anda dengan anak. Jika kakek nenek dapat ikut menjaga lebih baik, namun jika Anda perlu mencari pengasuh bagi anak maka perhatikan sikap dan komitmen seperti apa yang dia miliki dalam mengasuh anak Anda. Jalin komunikasi. Sesibuk apa pun, Anda harus tetap bisa menjalin komunikasi dengan anak. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih sayang, dan penerimaan orang lain amat dibutuhkan anak.
Kasih sayang yang tak terpenuhi akan menimbulkan perilaku anak kurang baik seperti agresif, kesepian, frustrasi, bahkan mungkin bunuh diri. Maka Andaperlu berkomunikasi dengan anak, agar dia tidak merasa kesepian. Jangan bebani anak. Anda harus hati-hati untuk tidak mendewasakan anak terlalu dini, sehingga dia kehilangan masa kanak-kanaknya. Ada kecenderungan orang tua tunggal akan bergantung pada anak yang lebih tua untuk menjaga adik-adiknya. Anak kadang dilarang untuk bermain, hanya untuk menekan dia agar membantu orang tuanya.
Pelihara keintiman. Anda harus terus memelihara keintiman didalam keluarga, jangan sampai berkurang. Misalnya seminggu sekali pastikan Anda dan anak-anak keluar bersama, ke mall, atau ke toko buku. Bisa juga ngobrol bersama sambil makan malam. Setidaknya, luangkan waktu sekitar 30 menit saja sebelum tidur dengan anak untuk bicara dari hati ke hati.
Artikel keren lainnya: