Ada ada suami tuna netra, yang berjalan menyusuri jalan-jalan dengan tongkatnya, membawa kerupuk yang dibungkus plastic untuk dijual, sungguh pemandangan yang mengharukan, sekaligus membanggakan.
Juga suami Strata dua dari luar negeri, belum bekerja di sector formal, namun karena kehormatan diri nya yang kuat, maka ia pun tak segan berjualan bubur nasi, yg grobaknya ia dorong sendiri..subhanallah.
ada juga suami pengayuh becak yg sendang mengambil gelar doktor di universitas ternama di kota.
Sekali lagi tidak hanya melulu hasil, namun cara yang terpenting, cara yang halal akan barokah, suami yang berusaha, maka ia akan dimuliakan Allah Subhanahu wataala
Banyak orang bilang, wanita dari suku tertentu materialistis, ada juga yang bilang dari suku Y, ada yg bilang
dari bangsa B, dan lain sebagainya..sayangnya semua pendapat di atas adalah benar adanya.
Berdasarkan pendapat dari kumpulan orang alim, atau disebut ulama, di dalam diri (setiap) wanita itu lebih memilih nafkah Lahir (uang,materi,) ketimbang nafkah batin (hubungan suami isteri) dengan perbandingan 60;40. Jadi lebih menginginkan nafkah lahir.
Hal inilah yang mungkin menjadi penjelasan mengapa ada wanita muda cantik mau dengan pria tua (kaya), ada yang dengan jalan baik-baik ,maupun ada dengan yang jalan sesat.
Juga minimal mungkin kita beda lihat beda senyum antara waktu tanggung bulan dengan awal bulan dari isteri di rumah..:-)
Jadi pada dasarnya semua wanita,
semua wanita sekali lagi
baik wanita yang desa ataupun yang kota,
yang kaya ataupun yang kurang,
maka tetap memiliki kecendrungan yang demikian, meskipun tidak bisa dikatakan mutlak.
Dan ini adalah hal yang wajar-wajar saja sepanjang masih bisa ia kendalikan, atau bisa dikendalikan oleh suaminya, seperti akhirnya isteri-isteri nabi yang akhirnya lebih memilih hidup apa adanya.
Fenomena saat ini, betapa banyak kaum muda yang belum memahami prinsip dasar di dalam pernikahan, mereka sama sama bekerja, kemudian menikah dan semua hal dibagi dua, sesimple itu yang mereka pikirkan, seolah kamu hidup dengan gaji kamu sedangkan saya hidup dengan gaji saya..kenyataannya, yang terjadi malah rumah tangga menjadi kurang harmonis, karena pasti akan timbul ketimpangan-ketimpangan, intinya karena masing2 kurang paham akan tugas mereka yang sebenarnya;
di dalam Al Quran dikatakan:
Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanitadisebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum pria) di atas sebagian yang lain (kaum wanita) dan disebabkan kaum pria telah membelanjakan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…”. (An-Nisa: 3
kandungan ayat di atas adalah sebagai berikut;
1. Allah telah memberikan kelebihan atas mereka (laki-laki) di atas sebagian yang lain (perempuan),
hal ini adalah hak Allah, seperti halnya orang-orang berilmu yang diberikan kelebihan atas yang tidak berilmu beberapa derajat.
2. dan disebabkan kaum pria telah membelanjakan sebagian dari harta mereka.
Demikianlah tugas para suami, Suami itu kerja/usaha yang akhirnya akan bisa untuk memberikan nafkah, semampu yang bisa ia usahakan, tidak melulu soal hasilnya, namun usaha yang halal dulu yang terpenting, tidak ada istilah menganggur, pasti ada jalan, usahalah dan berdoa. Kerja/usaha itu sebenarnya adalah IJJAH (kehormatan) bagi seorang suami,berapa pun hasilnya asalkan halal, insya Allah akan bertambah-dan bertambah..
Sedangkan bagi isteri diutamakan untuk menjalankan tugas yang paling mulia di muka bumi, yakni menjadi ibu,menjadi ratu di dalam rumah tangga, yang diutamakan utntuk bisa memiliki sifat Qonaah (merasa cukup), dan andai benar setelah suami berjibaku betul namun hasilnya tetap tidak memenuhi kebutuhan hidup dasar, maka isteri diperbolehkan membantu suami mencari nafkah, namun tetap tidak melupakan kewajiban utamanya.. Semoga dengan demikian, peran suami dan isteri tidak bias..
Suatu saat kita akan benar-benar menerima bahwa memang wanita shaliha adalah yang sangat berharga, di mana ia;
1. qonaah dengan nafkah yang diberikan
2. mematuhi suaminya di dalam kebaikan
3. menjaga mendidik anak-anak
4. menjaga harta dan kehormatannya
Bagi isteri, memiliki suami yang shaleh adalah juga yang paling berharga, dimana ia akan menuntun rumah tangga bahagia dunia akherat..
Jika ia sedang ridho, maka ia akan menyayangi mu, jika ia sedang marah,maka ia tidak akan menzhalimi kamu
Mari kita ingat-ingat,
Andai kita dulu menikahi isteri/suami kita dengan alasan di luar keshalehan/agama,
misalkan karena hartanya (lihatlah mungkin kini yang tersisa malah hutangnya..;-)
misalkan karena kecantikannya, lihatlah mungkin kini yang tersisa adalah cemberutnya setiap hari..;-)
maka saat ini kita bisa merubah niat, meluluruskan niat tersebut
sambil berusaha untuk mendekatkannya kepada agama
mendekatkannya kepada Al Quran dan AsSunnah
berusahalah…
Kalau kurang bisa menghadiri pengajian yang ada, minimal kita bisa mendengarkan radio-radio ceramah bersama isteri/suami tercinta di rumah sambil buka-buka Al Quran dan hadits yang ada
Insya Allah kita akan mendapatkannya..