TifaniAnglila.Com - Semua, konon, bermula dari Marwa Al-Sharbini, 31 tahun. Ia meninggal dunia karena ditusuk oleh seorang pemuda Jerman keturunan Rusia pada Rabu (1/7/2009) di ruang sidang gedung pengadilan kota Dresden, Jerman. Saat itu, Marwa akan memberikan kesaksian dalam kasus penghinaan yang dialaminya hanya karena ia mengenakan jilbab.
Belum sempat memberikan kesaksiannya, pemuda Jerman itu menyerang Marwa dan menusuk ibu satu orang anak itu sebanyak 18 kali. Suami Marwa berusaha melindungi isterinya yang sedang hamil tiga bulan itu, tapi ia juga mengalami luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.
Meski pemerintah Jerman berusaha menutup-tutupi kematian Marwa Al-Sharbini, cerita tentang Marwa mulai menyebar dan mengguncang kaum Muslimin di berbagai negara. Untuk mengenang Marwa, diusulkan untuk menggelar Hari Hijab Internasional yang langsung mendapat dukungan dari Muslim di berbagai negara.
Usulan itu dilontarkan oleh Ketua Assembly for the Protection of Hijab, Abeer Pharaon lewat situsislamonline—sekarang sudah berganti menjadi onislam. Abeer mengatakan, Marwa Al-Sharbini adalah seorang syahidah bagi perjuangan muslimah yang mempertahankan jilbabnya. “Ia menjadi korban Islamofobia, yang masih dialami banyak Muslim di Eropa. Kematian Marwa layak untuk diperingati dan dijadikan sebagai Hari Hijab Sedunia,” kata Abeer.
Seruan Abeer disambut oleh sejumlah pemuka Muslim dunia antara lain Rawa Al-Abed dari Federation of Islamic Organizations di Eropa. “Kami mendukung usulan ini. Kami juga menyerukan agar digelar lebih banyak lagi kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak muslimah di Eropa, termasuk hak mengenakan jilbab,” kata Al-Abed.
Selama ini, masyarakat Muslim di negara-negara non-Muslim memperingati Hari Solidaritas Jilbab Internasional setiap pekan pertama bulan September. Hari peringatan itu dipelopori oleh Assembly for the Protection of Hijab sejak tahun 2004, sebagai bentuk protes atas larangan berjilbab yang diberlakukan negara Prancis.
Kasus Marwa Al-Sharbini menjadi bukti bahwa Islamofobia masih sangat kuat di Barat dan sudah banyak Muslim yang menjadi korban. “Apa yang terjadi pada Marwa sangat berbahaya. Kami sudah sejak lama mengkhawatirkan bahwa suatu saat akan ada seorang muslimah yang dibunuh karena mengenakan jilbab,” kata Sami Dabbah, jubir Coalition Against Islamophobia.
Dabbah mengatakan, organisasinya berulang kali mengingatkan agar para muslimah waspada akan makin menguatnya sikap anti jilbab di kalangan masyarakat Barat. Profesor bidang teologi dan filosifi dari Universitas Al-Azhar, Amina Nusser juga memberikan dukungannya atas usulan Hari Jilbab Internasional yang bisa dijadikan momentum untuk merespon sikap anti-jilbab di Barat. “Hari peringatan itu akan menjadi kesempatan bagi kita untuk mengingatkan Barat agar bersikap adil terhadap para muslimah dan kesempatan untuk menunjukkan pada Barat bahwa Islam menghormati keberagaman,” tukas Nusser.
Nusser menegaskan bahwa hak seorang muslimah untuk berbusana sesuai ajaran agamanya, tidak berbeda dengan hak penganut agama lainnya. Ia mengingatkan, bahwa kaum perempuan penganut Kristen Ortodoks juga mengenakan kerudung sebelum masuk ke gereja.
Dukungan untuk menggelar Hari Jilbab Internasional juga datang dari Muslim Association of Denmark. Ketuanya, Mohammed Al-Bazzawi. “Hari Jilbab untuk mengingatkan masyarakat Barat bahwa hak muslimah untuk mengenakan jilbab sama setara dengan hak perempuan non-Muslim yang bisa mengenakan busana apa saja. Mereka di Barat yang bicara soal hak perempuan, selayaknya menyadari bahwa mereka juga tidak bisa mengabaikan hak seorang perempuan untuk mengenakan jilbab,” tandas Al-Bazzawi.
Artikel keren lainnya: