Campur aduk antara gemas, sedih, putus asa dan marah. Itulah perasaan saya setiap kali melihat berita investigasi yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta. Berita tersebut banyak meliput perbuatan-perbuatan zalim dan sadis yang dilakukan oleh para peramu makanan dengan dalih ingin cepat dapat untung. Para peramu tersebut seenaknya memasukkan bahan kimia berbahaya seperti borax (mereka sebut pijer), pewarna tekstil ataupun formalin. Kesemua bahan tersebut membuat makanan menjadi awet, tidak mudah rusak/berubah warna maupun bentuk, menambah renyah serta memberikan warna yang menarik (kuning ataupun merah).
Yang mengerikan lagi adalah makanan-makanan yang sama sekali tidak layak dikonsumsi tersebut, banyak yang ditargetkan untuk anak-anak sekolah yang notabene adalah penerus bangsa ini. Alasannya sederhana : anak-anak mudah dibohongi, sehingga dianggap sebagai konsumen yang tidak merepotkan! Mulai dari gorengan, sate, minuman hingga cemilan ringan, semuanya ditambahkan bahan-bahan kimia berbahaya tersebut. Di satu tayangan, diperlihatkan betapa anak-anak sekolah menyantap lahap makanan yang tidak mereka ketahui bahayanya itu. Yang mereka tahu adalah bahwa makanan tersebut mudah didapat di sekitar mereka, harganya murah dan rasanya lumayan. Mengenaskan bukan? Apakah kita tega membayangkan usus anak-anak yang masih halus tersebut, ditimbun oleh racun-racun yang dapat langsung terserap oleh darah dan menyebar ke seluruh organ tubuh lainnya?
Yang mengherankan buat saya adalah para peramu tersebut sama sekali tidak merasa bersalah ketika ditanya apakah tidak takut konsumennya sakit. Meski demikian, anehnya mereka melarang anaknya sendiri untuk mengonsumsi makanan yang dijualnya tersebut! Ketika ditanya mengapa mereka tega melakukan kecurangan seperti itu, mereka menjawab dengan enteng bahwa di tengah sulitnya mencari penghidupan, mereka tidak siap untuk merugi, oleh sebab itu bahan kimia berbahaya tersebut dijadikan solusi yang praktis dan murah, toh mencarinya juga tidak sulit, karena "bisa beli dimana mana kok".
Praktek-praktek seperti ini sebetulnya sudah lama muncul. Berbagai tindakan pelarangan yang ada, belum efektif untuk memberantasnya. Semakin lama, peramu curang tersebut semakin ”variatif, pintar dan kreatif” yang sayangnya untuk tindakan yang merugikan orang lain. Bahkan ketupat dan lontongpun ditambahi borax... siapa sangka! Peran para pihak terutama yang langsung bersentuhan dengan konsumen misalnya pihak pengelola Sekolah, pastinya sangat penting. Namun saya melihat di satu tayangan pengelola satu Sekolah Dasar di Jakarta mengatakan bahwa makanan yang dijajakan di luar kawasan Sekolah bukan kewenangan mereka untuk melarang.
Jika memang tindakan tegas tidak bisa kita dapatkan dari mana-mana, peran kita sebagai Ibu untuk melindungi anak-anak kitalah yang paling relevan. Kita bisa memastikan anak-anak mendapat makanan yang bermutu dengan cara membekalinya dari rumah atau memilih dengan seksama jajanan jika memang harus jajan. Beri pengertian pada anak bahwa meskipun warnanya mungkin tidak sekinclong jajanan jalanan, tapi rasa masakan Ibu tidak kalah enak dan bahkan menyehatkan.
Secara kumulatif, makanan yang masuk ke perut anak kita akan berdampak jangka panjang bagi kesejahteraannya di kemudian hari. Oleh sebab itu, jangan lengah, bertindak bijaklah sedini mungkin!
Artikel keren lainnya: