TifaniAnglila.Com - Sosoknya mungil. Namun, saat berbincang, energinya menggelora. Iim Fahima Jachja (33) memuaskan kehausan akan kreativitas dan kecepatan respons di bisnis digital. Di dunia yang bergerak cepat itulah ia jatuh cinta.
Setiap hari, kata Iim, ia bersenang-senang. Padahal, sebagai pemilik perusahaan jasa solusi bisnis digital yang sedang tumbuh melesat, ia tiba di kantornya lebih awal dari petugas kebersihan dan kerap pulang paling akhir. ”Hobiku memang kerja,” ujarnya.
Iim memulai karier di rumah produksi sejak duduk di bangku kuliah. Tahun 2002, dalam usia 24 tahun, ia terbilang mapan sebagai senior copywriter di sebuah agensi iklan besar. Namun, perubahan pola komunikasi bisnis menggelitik Iim untuk menyongsong tantangan baru: membangun perusahan sendiri di bidang solusi bisnis digital.
Tahun 2005 ia menggandeng suaminya, Adhitia Sofyan, yang ketika itu menjabat senior art director di sebuah perusahaan periklanan, untuk sama-sama berhenti jadi pegawai dan membangun Virus Communications. ”Orang bilang kami gila karena keluar bareng untuk bikin perusahaan, padahal sama-sama enggak punya latar bisnis,” kata Iim.
Mereka mulai dengan berkantor berdua saja di sebuah ruang kerja sempit. Sebulan berikutnya Iim mulai mengontrak karyawan dan mendapat pemasukan. Pada tahun ketiga, Virus Communications bukan hanya sudah menggarap produk perusahaan nasional dan multinasional di dalam negeri, melainkan mulai memenangi tender tingkat regional.
Pasca-merger dengan Virtual Consulting tahun 2009, Iim pun memegang kendali perusahaan jasa layanan digital yang kini mempekerjakan sekitar 70 karyawan itu. Saat ini Virtual, antara lain, menggarap merek dari klien-klien blue-chip.
”Solusi bisnis digital itu tidak semata kampanye iklan. Bentuknya bisa online sales, komunitas, manajemen relasi dengan konsumen, bisa juga menggarap social media untuk membangun loyalitas konsumen,” ujar Iim.
Ia mencontohkan, untuk suatu merek oli motor, Virtual membentuk Komunitas Gila Motor dari jejaring sosial. Komunitas ini kini beranggotakan lebih dari 200.000 orang dan bergerak online maupun offline. ”Dalam pemanfaatan media sosial, yang paling penting bukan jumlah anggota, tetapi loyalitas yang membuat mereka bergerak sendiri tanpa iming-iming materi atau hadiah,” ujar Iim.
Diingatkan Iim, social media sekadar medium yang perlu diolah dengan strategi untuk menciptakan nilai lebih pada suatu merek. Namun, loyalitas selalu berakar dari pengalaman konsumen terhadap produk itu sendiri.
Bentuk komunikasi digital—di mata Iim—memperlebar area bisnis serta menjadi tantangan bagi bentuk media lain untuk mengubah strategi bisnis, tetapi tidak saling mematikan. ”Aspek offline dan online itu perlu digarap sebagai sinergi, bukan musuh,” ujarnya.
Menjadi ibu
Meski amat menikmati pekerjaan, Iim tetap seorang ibu. Ia menciptakan kantor yang memungkinkan ia bekerja sambil momong Maleeka, putrinya. Selesai sekolah, siswa TK kecil itu selalu ”pulang” ke kantor ibunya. Kantor yang menempati dua lantai gedung ini ditata dengan nuansa kasual. Dinding-dindingnya yang berwarna terang pun bergambar komikal.
Kamar tidur anak -lengkap dengan aneka mainan- disediakan di kantor ini. Sepeda anak pun tampak di tengah ruang luas yang terbuka dengan jajaran meja berkomputer di satu sisinya. Beberapa sudut kantor ini tampak tak ubahnya area bermain.
”Untuk seorang ibu bekerja, ketemu anak itu menghilangkan stres. Jadi, kalau ada anak, ibu justru bisa lebih tenang dan lebih produktif bekerja. Buat anak, ini juga menguntungkan, apalagi kalau anaknya masih disusui. Jadi, aku dorong karyawanku untuk bawa bayinya ke kantor,” ujar Iim yang sempat berkampanye ibu menyusui secara online ini.
Bagi Iim, mengasuh anak bukan halangan di tengah kerja kerasnya merintis dan kemudian mengembangkan bisnis. ”Waktu hamil dan menyusui pun enggak ada masa slow down. Anakku ikut ngantor sejak umur dua bulan. Kayaknya ’gas terus’ memang my middle name,” ujar perempuan asli Jawa Tengah ini sambil tertawa.
Sang suami, Adhitia Sofyan, yang kini memilih bermusik, juga menambahkan julukan untuk istrinya itu, ”Her middle name is now”.
Julukan itu didapat Iim karena ia sering merasa waktu paling tepat melakukan berbagai hal adalah ”sekarang”. Menggeluti industri digital menurut Iim, memang menuntut ia ”siaga” setiap saat karena karakter digital yang selalu berubah dengan cepat.
”Orang gampang jenuh dengan banyaknya informasi. Jadi mesti kreatif, tidak boleh ada pengulangan strategi karena begitu diulang, hasilnya enggak akan sebagus saat pertama kali dipakai,” ujar si bungsu dari sembilan bersaudara ini.
”Resep” untuk berkembang -bukan sekadar bertahan- dalam lingkungan bisnis yang bertingkat stres tinggi itu, menurut Iim, adalah passion, kesenangan untuk terus belajar, dan mencari tantangan baru.
Keberanian Iim mengambil risiko berwirausaha yang dibarengi totalitas bekerja dan terus berinovasi itu membuat perusahaannya dicatat oleh Bloomberg Business Week sebagai konsultan bisnis online terkemuka di Indonesia.
Tahun 2009 Iim termasuk dalam Business Week 25 Asia Best Young Entrepreneurs. Sebelumnya ia juga termasuk dalam British Council 10 International Young Creative Entrepreneur.
Lingkungan kerja, seperti juga rumah, selalu membuat Iim betah. Tak mengherankan bila me time yang berkualitas baginya adalah datang pagi-pagi di kantor -setelah mengantar Maleeka ke sekolah- lalu menyeruput kopi pelan-pelan sambil menjelajahi internet.
Di luar rutinitas pagi itu, me time yang lain buat Iim adalah belanja baju. Tengoklah kerudung dan selendang aneka warna yang dipadukan Iim dengan jaket kulit dan celana longgar berwarna terang. Manis sekali....
Iim Fahima Jachja
Lahir: Semarang, 7 Februari 1978
Suami: Adhitia Sofyan
Anak: Maleeka Kendra Adhitia (3 tahun 10 bulan)
Pendidikan: Akademi Komunikasi Media Radio dan Televisi, 1995-1998
Pengalaman:
- Virtual Consulting, Pemilik dan CEO, 2009-sekarang
- Virus Communications, Pendiri dan CEO, 2005-2009
- Matari Advertising, Senior Copywriter, 2002-2005
- McCann Erickson, Copywriter, 2000-2002
- 25 Asia Best Young Entrepreneurs, Business Week, 2009
- 10 International Young Creative Entrepreneurs, British Council, 2007