Hijabers Community, komunitas muslimah ini hadir dengan misi syiar Islam melalui busana muslim. Komunitas ini tampil berbeda untuk mencitrakan keindahan. Indah dalam berpakaian dengan busana muslim, juga dalam bersyiar kepada sesama perempuan. Meski dihujani pro-kontra, Hijabers Community (HC) nyatanya kian solid menyuarakan ketaatan terhadap ajaran, dengan sentuhan fashion di dalamnya.
Dian Pelangi, desainer busana muslim berusia 20 ini, berinisiatif mendirikan HC bersama rekannya, Ria Miranda. Tepatnya Maret 2011 komunitas ini resmi diluncurkan. Kemudian, atas kolaborasi 30 perempuan muda berhijab, komunitas ini fokus melakukan syiar dengan cara lebih modern, bergaya khas anak muda, namun tetap patuh pada kaidah.
"Pendirinya dua orang, lalu kemudian komunitas berkembang di grup BlackBerry, dengan Jenahara Nasution sebagai penggagasnya. Kini Hijabers Community memiliki ribuan anggota melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter. Saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah anggota. Kita masih menyiapkan aturan yang lebih jelas dalam menyeleksi anggota, termasuk kartu keanggotaan. Seleksi anggota lebih kepada sejauhmana komitmen anggota dalam menggunakan hijab. Bukan sekadar ikut-ikutan mengenakan hijab, sekadar eksis, namun tak memiliki komitmen serius dalam berbusana muslim, berhijab, sesuai kaidah," jelas Dian kepada Kompas Female di sela talkshow Hijabers Community di Masjid At Tin, Jakarta beberapa waktu lalu.
Saling mengingatkan dan berbagi inspirasi
Tujuan HC sejak awal berdiri memang untuk menjadi tempat berbagi dan saling memberikan inspirasi, termasuk dalam berbusana muslim. Fashion busana muslim menjadi pengikat komunitas ini. Namun bukan sekadar penampilan yang menjadi fokus kegiatan. Sejumlah talkshow, pelatihan mengaplikasikan kerudung dengan cara yang lebih indah dan gaya juga diberikan.
"Prinsipnya, citra Islam bisa ditampilkan lebih indah, termasuk dari gaya busana. Keindahan gaya busana muslim inilah yang bisa menjadi pemicu bagi perempuan lain untuk kemudian berhijab. Ini adalah juga bagian dari syiar. Anggota komunitas juga bisa saling berbagi pengetahuan seputar agama Islam, mau pun berbagai hal seputar kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan aturan Islam. Ini adalah cara kita bersyiar, dengan kemasan yang berbeda, lebih dekat dengan dunianya anak muda," lanjut Dian menyebutkan, syarat utama menjadi anggota HC sederhana saja, berkomitmen berhijab (menggunakan busana muslim secara utuh, tidak on-off, dan bukan sekadar berjilbab).
Eksistensi muslimah
Berawal dari keinginan mensyiarkan busana muslimah yang gaya sesuai kaidah, HC menjadi magnet bagi banyak perempuan muda. Kepengurusan menjadi agenda penting agar komunitas lebih terarah.
Adalah Jenahara terpilih sebagai Ketua Hijabers Community. Kepengurusan penting, karena nyatanya perempuan muda di berbagai daerah, mulai Bandung, Yogyakarta, hingga Makassar ingin bergabung dan mendirikan komunitas di bawah bendera sama di daerahnya.
"Saat ini HC daerah yang resmi dan sesuai misi ada di Bandung dan Yogyakarta. Selebihnya, masih dalam proses pendirian. Kami ingin, komunitas ini tak sekadar asal berdiri. Namun juga memiliki semangat yang sama untuk bersyiar. Bukan sekadar eksistensi. Kami menyeleksi permintaan pendirian HC di daerah. Syaratnya sederhana, mereka komitmen berhijab dan memiliki kegiatan syiar Islam yang jelas dan konsisten," jelas Dian.
Menurut Dian, kehadiran Hijabers Community (HC) diharapkan bisa menonjolkan eksistensi perempuan muda berhijab. Bukan sekadar eksis dengan gaya busana muslim yang modis. Namun juga muslimah bisa tampil bersyiar, dengan cara yang berbeda, melalui fashion dan kegiatan Islami bergaya anak muda.
Anggapan miring
Anggota HC kebanyakan adalah perempuan muda di bawah 30 tahun. Mereka berasal dari berbagai kalangan dan latar belakang. Mulai mahasiswi, ibu rumah tangga, karyawan, profesional, dan 50 persennya adalah desainer busana muslim dari berbagai kota di Indonesia.
"Ada yang memandang kami sebagai 'sosialita' berjilbab. Karena gaya berpakaian kami dan penampilan yang modis. Selain juga karena kami sering berkumpul di mal atau cafe. Padahal, kalau pun kami berkumpul di mal, tujuannya jelas, kami berdiskusi mengenai berbagai hal seputar Islam. Berbagi pengetahuan, termasuk juga soal busana muslim. Kami juga saling mengingatkan jika ada anggota yang kurang tepat cara mengenakan busana muslim. Misalnya pada bagian tubuh tertentu tidak tertutup sesuai kaidah. Syiar bisa dilakukan di mana saja, tanpa perlu membatasi diri. Kami juga sering mengadakan kegiatan di Masjid," tutur Dian menyayangkan anggapan miring terhadap kehadiran komunitas ini.
Mengangkat citra busana muslim
Justru, kata Dian, HC mewadahi desainer muda busana muslim untuk eksis dan memberikan lebih banyak pilihan untuk berbusana Islami.
"Busana muslim yang kami pakai adalah buatan lokal. Ketika busana rancangan kami disukai anggota, artinya komunitas ini mengangkat industri busana muslim lokal. Selain juga menyebarluaskan syiar dari busana muslim yang dikenakan," lanjutnya.
HC punya mimpi, melalui berbagai kegiatan dan eksistensinya, fashion busana muslim di Indonesia bisa menjadi kiblat dunia.
"Allah menyukai keindahan. Meski indah ditafsirkan berbeda dan relatif pada setiap orang. Keindahan berbusana muslim dengan gaya lebih modis dan modern, memberikan kenyamanan, memerhatikan kaidah dan pakemnya sesuai aturan Islam, itu yang kami yakini di HC. Kami menutup aurat namun tetap fashionable," kata Dian yang memahami perbedaan penafsiran mengenai gaya busana muslim. "Selama tidak menghakimi orang lain, rasanya setiap orang bebas menafsirkan keindahan dan gaya dan pakem busana muslim. Kita sama-sama belajar," tambahnya.
Untuk memastikan anggota HC menerapkan aturan berhijab yang benar, ada peran Hijab Police di HC. "Pesannya, kita saling mengingatkan. Di sini lah peran Hijab Police," kata perempuan kelahiran Palembang, 14 Januari 1991 ini.
Berkegiatan rutin
HC memiliki sejumlah kegiatan rutin. Seperti pengajian rutin bulanan yang diadakan bergantian di rumah anggota HC.
"Saat menggelar kegiatan rutin, seperti pengajian, ada dress code nya. Sehingga setiap orang bisa berkreasi dengan gaya busana muslim sesuai pakem namun tetap gaya. Biasanya pengajian rutin bulanan diikuti 50-70 orang," jelas Dian.
Ada juga Hijab Class, kali ini dipungut biaya Rp 150.000-200.000 per orang. Jika ada teman kantor atau kelompok pertemanan yang ingin belajar berhijab, bisa juga mengajukan permintaan kelas Hijab melalui HC, lanjut perempuan yang menikah muda di usia 20 ini.
Ajang silaturahmi HC juga biasanya dilakukan di pusat belanja khusus busana muslim. Para anggota HC, yang juga desainer busana muslim, seringkali menggelar bazaar di Muslim Fashion District (Moshaict) di kawasan Jalan Raden Saleh, Cikini, Jakarta, kata Dian.
Di Moshaict, perempuan muda berhijab bisa berbagi pengetahuan seputar fashion busana muslim, termasuk cara berpakaian yang sesuai kaidah untuk muslimah.